Ujung Sajadah Sebagai Sutrah (Pembatas/Penghalang Sholat)



Ujung Sajadah Sebagai Sutrah (Pembatas/Penghalang Sholat)

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Ujung Sajadah Sebagai Sutrah (Pembatas/Penghalang Sholat) ini bagian dari Kategori Fiqh

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه، أما بعـد:
فالسترة هي ما يضعه المصلي أمامه تمنع المرور بين يديه وتمكنه من الخشوع في أفعال الصلاة، وذلك لما رواه ابن ماجه عن أبي سعيد -رضي الله عنه- عن النبي صلى الله عليه وسلم قال:

Sutrah adalah apa yang diletakkan oleh orang yang sholat di depannya untuk menghalangi orang lain melewatinya dan membuatnya dapat khusyuk dalam melakukan gerakan sholat. Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah dari Abu Sa’id Al Khudri radhiyallahu ‘anhu dari Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wa salam yang mengatakan:

إذا صلى أحدكم فليصل إلى سترة وليدن منها، ولا يدع أحداً يمر بين يديه.

“Jika salah satu dari kalian sholat, maka hendaklah sholat menghadap ke sutrah dan mendekatinya, dan jangan biarkan orang lain melewatinya.”

قال العلماء: والحكمة في السترة كف البصر عما وراءها، ومنع من يجتاز بقربه.

Para ulama berkata: “Hikmah di balik penggunaan sutrah adalah untuk menghalangi pandangan ke arah belakangnya dan mencegah orang lain melewatinya.”

وقد ذهب بعض العلماء إلى اعتبار الخط بدلا من السترة عند عدم وجودها،

Beberapa ulama berpendapat bahwa garis dapat digunakan sebagai pengganti sutrah jika tidak ada didapati sutrah

قال ابن قدامة في المغني: فإن لم يجد سترة خط خطا وصلى إليه، وقام ذلك مقام السترة، نص عليه أحمد، وبه قال سعيد بن جبير والأوزاعي،

Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni mengatakan: ‘Jika seseorang tidak menemukan sutrah, maka dia dapat menggambar garis 1 dan sholat menghadap ke garis tersebut. Garis tersebut dapat menggantikan sutrah. Hal ini ditegaskan oleh Ahmad, dan juga Said bin Jubair dan Al-Awza’i.

وأنكر مالك الخط، وكذلك الليث بن سعد وأبو حنيفة

Sedangkan Malik, Laits bin Sa’di, dan Abu Hanifah menolak penggunaan garis

وقال الشافعي بالخط بالعراق، وقال بمصر لا يخط المصلي خطاً، إلا أن يكون فيه سنة تتبع. ا.هـ

Syafi’i membolehkan penggunaan garis di Irak, tetapi tidak di Mesir. Orang yang sholat tidak boleh menggambar garis kecuali jika ada sunnah yang diikuti.

والذي نراه هنا آخر السجادة التي يصلي عليها المصلي، يقوم مقام الخط عند عدم السترة أو العجز عنه، لأنه في معناه وفي معنى العصا إذا ألقيت بين يدي المصلي عند العجز عن نصبها،

Yang kami lihat di sini adalah ujung sajadah yang digunakan untuk sholat oleh orang yang sholat, dapat menggantikan garis jika tidak ada sutrah atau dia tidak mampu menggunakannya. Hal ini karena (batas sajadah) memiliki makna yang sama dengan garis dan tongkat jika diletakkan di depan orang yang sholat ketika dia tidak mampu menancapkannya.

قال ابن قدامة: وإن كان معه عصا فلم يمكنه نصبها فقال الأثرم: قلت لأحمد: الرجل يكون معه عصا، لم يقدر على غرزها، فألقاها بين يديه، أيلقيها طولاً أم عرضاً؟ قال: لا، بل عرضاً،

Ibnu Qudamah mengatakan (terkait) jika seseorang memiliki tongkat tetapi dia tidak dapat menancapkannya, Maka Al Atsram berkata : ‘Saya bertanya kepada Imam Ahmad: “Jika seseorang memiliki tongkat dan dia tidak dapat menancapkannya, dia meletakkannya di depannya, apakah dia harus meletakkannya memanjang atau melintang ?’ Imam Ahmad menjawab: ‘Tidak, tetapi (letakkan secara) melintang.”

وكذلك قال سعيد بن جبير والأوزاعي، وكرهه النخعي،

Said bin Jubair dan Al-Awza’i pun mengatakan hal yang sama. Sedangkan An-Nakha’i memakruhkannya (tidak menyukainya).

ولنا أن هذا في معنى الخط فيقوم مقامه، وقد ثبت استحباب الخط بالحديث الذي رويناه. ا.هـ

Pendapat kami adalah bahwa hal ini (menempatkan tongkat secara melintang) memiliki makna yang sama dengan garis dan dapat menggantikannya. Keutamaan penggunaan garis telah ditegaskan dalam hadits yang telah kami riwayatkan.

والحديث الذي استدل به الحنابلة ضعفه البعض، وصححه البعض الآخر، وعلق الإمام الشافعي العمل بالخط على ورود السنة.

Hadits yang digunakan sebagai dalil oleh Hanabilah dilemahkan oleh sebagian ulama, dan di-shahih-kan oleh sebagian ulama lainnya. Imam Syafi’i mensyaratkan penggunaan garis adalah sunnah.

والخلاصة أن نهاية السجادة تقوم مقام الخط عند من يقول به حسبما ظهر لنا.

Kesimpulannya, ujung sajadah dapat menggantikan garis bagi mereka yang berpendapat memperbolehkan (penggunaan garis sebagai sutrah).

والله أعلم.

Disarikan dari IslamWeb

Catatan Kaki

  1. Terdapat Hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu :

    – إذا صلَّى أحدُكم فليجعَلْ تلقاءَ وجهِهِ شيئًا ، فإن لَم يجِدْ فلينصِبْ عصًا ،فإن لَم يجدْ فليخُطَّ خطًّا ، ثمَّ لا يضرُّهُ ما مرَّ أمامَهُ

    Jika salah satu dari kalian shalat, maka hendaklah dia menghadapkan wajahnya ke arah sesuatu. Jika tidak mampu, maka hendaklah dia mendirikan tongkat. Jika tidak bisa, maka hendaklah dia menggambar garis. Setelah itu, tidaklah apa-apa bagi dia jika sesuatu melewati di depannya.

    Diriwayatkan oleh Ali bin Al Madani dalam Syarh az Zarkasyi ‘ala Matn al Khiraqi



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.