Meninggal Dunia dan Masih Punya Hutang Puasa Ramadhan



Meninggal Dunia dan Masih Punya Hutang Puasa Ramadhan

Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Meninggal Dunia dan Masih Punya Hutang Puasa Ramadhan ini Masuk dalam Kategori Fiqh

w

الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه ومن والاه . أما بعد :

فإذا كان الشخص المتوفى لم يتمكن من الصيام والقضاء بسبب اتصال عذره حتى مات فلا يتدارك عنه بالقضاء ولا الإطعام لأنه معذور ولا شيء عليه من هذا القبيل ،

Jika seseorang meninggal dunia dalam kondisi sebelumnya tidak mampu untuk berpuasa dan tidak mampu menggantinya karena udzur yang menimpanya hingga wafat, maka tidak ada kewajiban baginya untuk mengganti puasa ataupun memberi makan orang miskin atas namanya. Hal ini dikarenakan ia dimaklumi karena udzur dan tidak ada kewajiban apapun atas dirinya.

وإن كان قد تمكن من القضاء ولم يقض حتى مات فيشرع لوليه أن يصوم عنه ما بقي عليه من الصيام كما رجح هذا كثير من أهل العلم.

Namun, jika ia semasa hidupnya mampu untuk mengganti puasa yang terlewatkan namun tidak melakukannya hingga wafat, maka disyariatkan bagi walinya untuk menggantikan sisa hutang puasanya. Pendapat ini dipilih oleh banyak ulama.

قال النووي في المجموع : قال أصحابنا : من مات وعليه قضاء رمضان أو بعضه فله حالان :

Imam An Nawawi dalam kitab Al Majmu’ menjelaskan:

“Para ulama madzhab kami mengatakan : Seseorang yang meninggal dunia dengan meninggalkan hutang puasa Ramadhan atau sebagian darinya, memiliki dua kondisi :

( أحدهما ) أن يكون معذورا في تفويت الأداء ودام عذره إلى الموت كمن اتصل مرضه أو سفره أو إغماؤه أو حيضها أو نفاسها أو حملها أو إرضاعها ونحو ذلك بالموت لم يجب شيء على ورثته ولا في تركته، لا صيام ولا إطعام. وهذا لا خلاف فيه عندنا ، ودليله ما ذكره المصنف من القياس على الحج .

Keadaan yang Pertama: Jika ia memiliki udzur syar’i dalam meninggalkan kewajiban berpuasa dan udzur tersebut berlanjut hingga ia wafat, seperti orang yang sakit parah, bepergian, pingsan, haid, nifas, hamil, menyusui, dan lain sebagainya, maka tidak ada kewajiban apapun atas ahli warisnya atau orang yang ditinggalkannya, baik berpuasa ataupun memberi makan orang miskin. Hal ini tidak diperselisihkan di kalangan kami, dan dalilnya adalah qiyas dengan kasus haji.

(الحال الثاني ) أن يتمكن من قضائه سواء فاته بعذر أم بغيره ولا يقضيه حتى يموت ففيه قولان مشهوران

Kedua: Jika ia mampu untuk mengganti puasa yang terlewatkan, baik karena udzur atau selainnya, namun tidak melakukannya hingga wafat, maka dalam hal ini terdapat dua pendapat masyhur :

( أشهرهما وأصحهما ) عند المصنف والجمهور وهو المنصوص في الجديد أنه يجب في تركته لكل يوم مد من طعام ولا يصح صيام وليه عنه ، 

Pendapat yang lebih masyhur dan lebih kuat 1 dari keduanya menurut penulis al Muhadzdzab (Imam asy Syirozi) dan mayoritas ulama (asy Syafi’iyah), serta berdasarkan apa yang ada dalam qaul jadid, adalah wajib bagi ahli warisnya untuk mengeluarkan satu mud makanan untuk setiap hari yang ditinggalkan oleh si mayit. Dan tidak sah bagi walinya untuk menggantikan puasanya.

قال القاضي أبو الطيب في المجرد : هذا هو المنصوص للشافعي في كتبه الجديدة وأكثر القديمة .

Qadhi Abu Thayyib dalam kitab Al Mujarrad mengatakan: “Ini adalah pendapat Imam Syafi’i dalam kitab-kitab qaul jadid beliau dan sebagian besar kitab qaul qadim beliau”

( والثاني ) وهو القديم وهو الصحيح عند جماعة من محققي أصحابنا وهو المختار أنه يجوز لوليه أن يصوم عنه، ويصح ذلك ويجزئه عن الإطعام وتبرأ به ذمة الميت ، ولكن لا يلزم الولي الصوم ، بل هو إلى خيرته

Pendapat kedua yang merupakan pendapat lama (qadim) dan dianggap shahih oleh sekelompok ulama kami yang teliti, dan juga merupakan pendapat yang terpilih, adalah boleh bagi walinya untuk menggantikan puasa orang yang meninggal tersebut dan dianggap sah, dan boleh juga dengan memberi makan orang miskin, serta membebaskan tanggungan hutang puasa si mayit. Namun, menggantikan puasa tersebut tidak wajib bagi walinya, melainkan dikembalikan kepada pilihannya.

… إلى أن قال ( قلت ) الصواب الجزم بجواز صوم الولي عن الميت سواء صوم رمضان والنذر وغيره من الصوم الواجب ، للأحاديث الصحيحة السابقة ، ولا معارض لها، ويتعين أن يكون هذا مذهب الشافعي ، لأنه قال : إذا صح الحديث فهو مذهبي واتركوا قولي المخالف له . وقد صحت في المسألة أحاديث كما سبق . انتهى .

Hingga dikatakan (oleh Imam Nawawi), yang benar adalah bahwa berpuasanya walinya atas mayit adalah sah, baik itu puasa Ramadhan, puasa nadzar, atau puasa yang lainnya yang wajib, karena hadits-hadits shahih yang sebelumnya telah disebutkan, dan tidak ada yang bertentangan dengan hal itu. Hal ini seharusnya menjadi madzhab Imam Syafi’i, karena beliau telah mengatakan: Jika hadits shahih, itu adalah madzhabku, dan tinggalkanlah pendapatku yang bertentangan dengannya. Dan telah shahih dalam masalah ini beberapa hadits seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Selesai.

وقال ابن قدامة في المغني : ولنا على جواز الصيام عن الميت ما روت عائشة رضي الله عنها أن رسول الله صلى الله عليه وسلم قال :

Ibnu Qudamah dalam kitab Al Mughni menjelaskan :

“Dalil kami tentang sahnya berpuasa bagi orang yang meninggal adalah hadits yang diriwayatkan oleh A’isyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam bersabda:

من مات وعليه صيام صام عنه وليه

‘Siapapun yang meninggal dunia dengan meninggalkan hutang puasa, maka walinya yang akan menggantikan puasanya.'”

وعن ابن عباس قال : جاء رجل إلى النبي صلى الله عليه وسلم فقال : يا رسول الله إن أمي ماتت وعليها صوم شهر أفأصوم عنها ؟ قال :

Dan dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu, beliau meriwayatkan bahwa seorang laki-laki datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dan berkata: “Ya Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia dengan meninggalkan hutang puasa satu bulan. Apakah aku boleh menggantikan puasanya ?” Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menjawab :

أرأيت لو كان على أمك دين أكنت قاضيه ؟ قال : نعم ، قال : فدين الله أحق أن يقضى

“Coba kau bayangkan jika ibumu memiliki hutang, apakah kau akan melunasinya?” Laki-laki itu menjawab: “Ya.” Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam kemudian bersabda: “Maka hutang kepada Allah lebih berhak untuk dilunasi.”

وفي رواية قال : جاءت امرأة إلى رسول الله صلى الله عليه وسلم فقالت: يا رسول الله إن أمي ماتت وعليها صوم أفأصوم عنها ؟  قال : 

Dalam riwayat lain disebutkan: “Seorang wanita datang kepada Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam dan berkata: ‘Ya Rasulullah, ibuku telah meninggal dunia dengan meninggalkan hutang puasa. Apakah aku boleh menggantikan puasanya?’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam menjawab:

أرأيت لو كان على أمك دين فقضيته كان يؤدي ذلك عنها ؟ قالت : نعم ، قال : فصومي عن أمك . متفق عليه . انتهى .

“Coba kau bayangkan jika ibumu memiliki hutang dan kau lunasi, apakah hal itu akan menggantikan kewajibannya?’ Wanita itu menjawab: ‘Ya.’ Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam kemudian bersabda: ‘Maka berpuasalah kau untuk ibumu.'” (Hadits ini diriwayatkan oleh Bukhari dan Muslim)

ومن هذا يعلم أنه إذا كان الشخص المتوفى قد تمكن من الصيام ولم يصم حتى مات فإنه يشرع لوليه أن يصوم عنه على الصحيح، وليس ذلك بواجب عند جمهور أهل العلم ، وإذا كان من يقوم بالصيام عنه امرأة متزوجة فعليها أن تستأذن زوجها لأنه صيام غير واجب.

Dari sini dapat diketahui bahwa jika seseorang yang meninggal dunia mampu berpuasa tetapi tidak berpuasa hingga meninggal dunia, maka sah bagi walinya untuk berpuasa atas nama dia menurut pendapat yang shahih. Namun, hal ini tidak wajib menurut mayoritas ulama. Jika yang berpuasa atas nama dia adalah wanita yang sudah menikah, maka dia harus meminta izin kepada suaminya karena puasa ini bukan puasa wajib.

Allahu A’lam

Catatan Kaki

  1. asyhur dan ashah adalah sebagian dari istilah aqwal syafi’iyah , silahkan rujuk ke pembahasan terkait hal tersebut untuk lebih detail


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.