Meneladani Kehati-hatian Sahabat dalam Meriwayatkan Hadits



Meneladani Kehati-hatian Sahabat dalam Meriwayatkan Hadits

Kompilasi dan Alih Bahasa : Reza Ervani

w

Pengantar

Sejujurnya, agak gundah hati melihat dengan mudah kebanyakan kita menjadikan kutipan-kutipan hadits dibuat di dalam meme yang tersebar di media sosial sebagai penguat argumen satu orang atau kelompok akan berbagai fenomena yang sedang viral. Rasa-rasanya, ada adab yang hilang terkait perlakuan kita terhadap hadits-hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. Apakah kita lupa bahwa ucapan Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam juga adalah merupakan wahyu Allah Ta’ala ? Karena Nabi shalallahu ‘alahi wa salam tidaklah berkata dari hawa nafsunya sendiri. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah Ta’ala :

وَمَا يَنطِقُ عَنِ الْهَوَى إِنْ هُوَ إِلَّا وَحْيٌ يُوحَى

“Dan dia tidaklah berbicara dari dorongan hawa nafsunya, akan tetapi ucapannya tiada lain adalah wahyu yang disampaikan kepadanya.”  (Surah An Najm ayat 3 dan 4)

Untuk itu rasa-rasanya kita perlu muhasabah terkait teladan kehati-hatian terhadap periwayatan hadits Nabi yang mulia – shalallahu ‘alaihi wa salam.

Teladan Sahabat Terkait Periwayatan Hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam

Kami salinkan dari Kitab As Sunnah Qabla At Tadwiin :

وهي المصدر التشريعي الأول بعد القرآن الكريم، ولهذا تَتَبَّعُوا كل سبيل يحفظ على الحديث نوره، فآثروا الاعتدال في الرواية عن رسول الله – صَلََّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – بل إِنَّ بعضهم فَضَّلَ الإقلال منها، 

As Sunnah adalah sandaran syariat yang pertama setelah Al Quranul Kariim. Karena itulah, para sahabat menempuh semua jalan untuk menjaga hadits. Maka mereka lebih suka bersifat “i’tidaal” (pertengahan/sedang/hati-hati) dalam meriwayatkan dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam. Bahkan sebagian dari mereka memilih “sedikit dalam meriwayatkan hadits”

قال ابن قتيبة: «كان عمر شديد الإنكار على من أكثر الرواية، أو أتى بخبر في الحكم لا شاهد له عليه، وكان يأمرهم بأنْ يُقِلُّوا الرواية، يريد بذلك ألاَّ يتسع الناس فيها، ويدخلها الشوب، ويقع التدليس والكذب من المنافق والفاجر والأعرابي، 

Ibnu Qutaibah berkata :

“Adapun Umar – radhiyallahu anhu – bersikap ketat terhadap orang yang banyak meriwayatkan (hadits), atau mendatangkan khabar tentang hukum, tanpa menyertakan saksi untuk itu. Ia memerintahkan mereka untuk mempersedikit meriwayatkan hadits. Hal itu dimaksudkan untuk agar manusia tidak bermudah-mudah dalam hal periwayatan, sehingga tercampur aduk, dan terjadi pemalsuan dan kebohongan dari orang-orang munafiq dan faajir, termasuk oleh orang-orang ‘ajam. (Salah satunya karena perbedaan pemahaman bahasa – pent).

وكان كثير من جلة الصحابة وأهل الخاصة برسول الله – صَلََّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ -، كأبي بكر والزُبير وأبي عُبيدة والعباس بن عبد المطلب – يُقِلُّونَ الرِّوَايَةَ عَنْهُ، بل كان بعضهم لا يكاد يروي شيئًا كسعيد بن زيد بن عمرو بن نُفيل، وهو أحد العشرة المشهود لهم بالجنة

Sehingga banyak kalangan sahabat senior dan mempunyai kedudukan di sisi Rasulullah shalallahu alaihi wa salam – seperti Abu Bakar, Az Zubair, Abu Ubaidah, dan Abbas ibn Abdil Muthallib – radhiyallahu anhum – mempersedikit periwayatan dari beliau shalallahu alaihi wa salam. Bahkan sebagian dari mereka hampir tidak meriwayatkan hadits satu pun, seperti Sa’iid ibn Zaid ibn Umar ibn Naufal, padahal beliau adalah salah satu sahabat yang dijamin masuk surga.

والتزم الصحابة – في الخلافة الراشدة – منهاج عمر – رَضِيَ اللهُ عَنْهُ -، وأتقنوا أداء الحديث، وضبطوا حروفه ومعناه، وكانوا يخشون كثيرًا أنْ يقعوا في الخطأ، لذلك نرى بعضهم – مع كثرة تحمُّلهم عن الرسول – صَلََّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ – لا يكثر من الرواية في ذلك العهد، حتى إنَّ منهم من كان لا يحدث حَدِيثًا فِي السُنَّةِ، ونرى من تأخذه الرعدة، ويقشعر جلده، وَيَتَغَيَّرُ لَوْنُهُ وَرَعًا واحترامًا لحديث رسول الله – صَلََّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ –

Dan para sahabat konsisten – selama masa Khulafaur Rasyidin – menerapkan cara Umar tersebut – radhiyallahu ‘anhu. Mereka berhati-hati menyampaikan hadits, teliti akan huruf-huruf dan maknanya. Mereka sangat takut melakukan kesalahan. Oleh karena itu kita melihat sebagian mereka – meskipun banyak menerima hadits dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa salam – tidak banyak meriwayatkan hadits pada masa itu, sehingga ada dari mereka yang tidak meriwayatkan satu haditspun dari Sunnah Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam. Kita juga melihat hal itu membuat mereka gemetar kulitnya, berubah warnanya, dikarenakan sifat wara’ dan penghormatan terhadap hadits Nabi shalallahu ‘alaihi wa salam.

ومن هذا، مَا رَوَاهُ عَمْرُو بْنَ مَيْمُونٍ، قَالَ: ” مَا أَخْطَأَنِي ابْنُ مَسْعُودٍ عَشِيَّةَ خَمِيسٍ إِلاَّ أَتَيْتُهُ فِيهِ، قَالَ: فَمَا سَمِعْتُهُ يَقُولُ لِشَيْءٍ قَطُّ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَلَمَّا كَانَ ذَاتَ عَشِيَّةٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَنَكَسَ، قَالَ: «فَنَظَرْتُ إِلَيْهِ، فَهُوَ قَائِمٌ مُحَلَّلَةً، أَزْرَارُ قَمِيصِهِ، قَدْ اغْرَوْرَقَتْ عَيْنَاهُ، وَانْتَفَخَتْ أَوْدَاجُهُ» 

Contoh dari hal itu adalah apa yang diriwayatkan oleh Amr ibn Maimun. Beliau berkata :

“Aku tidak pernah luput mendatangi Ibnu Mas’ud – radhiyallahu ‘anhu – setiap Sore Kamis sehingga aku berjumpa dengannya. Amr berkata : Maka tidaklah aku  pernah mendengar sama sekali Ibnu Mas’ud berkata : ‘Rasulullah shalallahu alaihi wa salam bersabda …’

Hingga suatu sore beliau (Ibnu Mas’ud) berkata : ‘Bersabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam ….” Lalu beliau (Ibnu Mas’ud) menundukkan kepalanya. Amr berkata : “Kemudian aku melihat Ibnu Mas’ud berdiri dengan hati-hati, melepaskan kancing bajunya, matanya mengalirkan air mata, dan urat-urat lehernya mengembang”

Banyak lagi teladan sahabat yang dituliskan dalam Kitab As Sunnah Qabla At Tadwin ini yang dapat menjadi bahan muhasabah kita.

Demikianlah, kita dapati para sahabat – radhiyallahu ‘anhum – tidaklah bermudah-mudah dalam meriwayatkan hadits, dikarenakan penghormatan mereka terhadap sabda Rasulullah shalallahu alaihi wa salam, juga kekhawatiran jatuh kepada kesalahan.

Semoga kita dapat meneladani mereka dalam hal ini, terutama di era dimana terjemahan hadits, teks-teks hadits dapat dengan mudah kita dapati saat ini.

Allahumma shalli ‘ala Sayyidina Muhammad, wa ‘ala aalihi, wa shahbihi ajma’iin.

Allahu Ta’ala ‘A’lam



Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.