شبهات المستشرقين حول السنة النبوية القائلين بها، أدلتهم، تفنيدها. دراسة نقدية
Syubhat Orientalis terhadap Sunnah Nabi : Argumen Pendukung Mereka, Dalil-Dalil Mereka, dan Penolakannya. (Sebuah Studi Kritis) [Bagian Kedelapan]
Peneliti: Sami Manshur Muhammad Saif
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Makalah Syubhat Orientalis terhadap Sunnah Nabi masuk dalam Kategori Ilmu Hadits
سادساً: ذكر العلماء في تعريف الصحيح والحسن شروطاً عائدة للسند، وشروطاً عائدة للمتن والسند معاً، وهناك شرطان أساسيان لقبول الحديث ويرجعان للسند والمتن معاً وهما:
Keenam: Para ulama ketika menjelaskan definisi hadits shahih dan hasan menyebutkan adanya syarat-syarat yang berkaitan dengan sanad, dan ada pula yang berkaitan dengan matan dan sanad sekaligus. Dua syarat utama untuk diterimanya sebuah hadits adalah:
– سلامته من الشذوذ.
– وسلامته من العلة القادحة.
- Terbebas dari syadz (ganjil).
- Terbebas dari ‘illat (cacat tersembunyi) yang merusak.
ونجدهم عندما يشرحون التعريف يقولون: إن الشذوذ قسمان: شذوذ في السند، وشذوذ في المتن، وأكثر ما يكون الشذوذ في المتن، وكذلك العلة قسمان: علة في السند وعلة في المتن، فهل بعد هذا من شك في أن المحدثين لم يعنوا بنقد المتن؟
Saat para ulama menjelaskan definisi tersebut, mereka menyebutkan bahwa syadz itu terbagi dua: syadz dalam sanad dan syadz dalam matan — dan kebanyakan syadz itu terjadi dalam matan. Begitu juga dengan ‘illah, terbagi menjadi dua: ‘illah dalam sanad dan ‘illah dalam matan. Maka apakah masih ada keraguan bahwa para ahli hadits tidak memperhatikan kritik terhadap matan?
سابعاً: بين العلماء في بحث الشاذ والمنكر والمعلل والمضطرب والمدرج والمقلوب وقوع الشذوذ والنكارة والعلة والاضطراب والإدراج والقلب والغـرابة في السند والمتن، ومتى تكون هذه الصفات قادحة في صحة الحديث وثبوته، ومتى تكون موجبة لرده، وقد أطلق العلماء على صنيع من يقلب الحديث سنداً ومتناً بأنه يسرق الحديث إذا قصد إليه.
Ketujuh: Para ulama dalam pembahasan tentang hadits syadz, munkar, mu’allal, mudhtharib, mudraj, dan maqlub telah menjelaskan bahwa syadz, kejanggalan, ‘illah, gangguan, penyisipan lafaz, dan pembalikan bisa terjadi baik dalam sanad maupun matan. Mereka juga menjelaskan kapan sifat-sifat ini dianggap mencacati dan membatalkan keabsahan hadits, dan kapan ia menyebabkan hadits ditolak. Bahkan, mereka menyebut siapa pun yang sengaja membolak-balikkan sanad atau matan hadits sebagai pencuri hadits.
ثامناً: إن القدح في الراوي يكون بعشرة أشياء: خمسة تتعلق بالعدالة، وخمسة تتعلق بالضبط، فالحكم على ضبط الراوي مبني على مدى حفظه للسند والمتن معاً، وهذا فقد فحص العلماء مرويات كل راوٍ وقارنوها بروايات الرواة الثقات ليحكموا على ضبط ذلك الراوي، يقول الإمام مسلم –رحمه الله تعالى– : “وعلامة المنكر في حديث المحدث إذا ما عرضت روايته على رواية غيره من أهل الحفظ والرضا خالفت روايتـه روايتهم أو لم تكد توافقها، فإذا كان الأغلب من حديثه كذلك كان مهجور الحديث غير مقبولة”،
Kedelapan: Celaan terhadap seorang perawi bisa disebabkan oleh sepuluh hal: lima berkaitan dengan keadilan dan lima lagi dengan ketelitian (dhabth). Penilaian terhadap ketelitian perawi didasarkan pada sejauh mana ia mampu menjaga hafalan baik terhadap sanad maupun matan hadits. Karena itu, para ulama memeriksa riwayat setiap perawi dan membandingkannya dengan riwayat perawi lain yang tsiqah untuk menilai tingkat ketelitiannya. Imam Muslim rahimahullah berkata: “Tanda hadits yang mungkar adalah ketika riwayat seorang perawi dibandingkan dengan riwayat dari para perawi yang terpercaya dan hafidz, lalu ternyata riwayatnya bertentangan dengan mereka atau hampir tidak cocok, maka jika mayoritas haditsnya seperti itu, ia ditinggalkan dan tidak diterima riwayatnya.”
وقد ملئت كتب الجرح والتعديل بالألفاظ الجارحة للراوي بسبب الخطأ في مروياته مثل قولهم: “فلان منكر الحديث”، “يروي عن المناكير”
Buku-buku jarh wa ta’dil pun penuh dengan ungkapan-ungkapan kritik terhadap perawi karena kesalahan dalam meriwayatkan, seperti ucapan: “Fulan munkar al-hadits,” atau “Ia meriwayatkan dari perawi-perawi munkar.”1
وما سبق ذكره لا يدع مجالاً للشك في أن علماء الحديث قد اعتنوا بفحص المتن اعتناء بالغاً كما اعتنوا بفحص السند، وبذلوا قصارى جهدهم في سبيل ذلك بحيث لا يوجد مزيد على ما قدموه،
Apa yang telah disebutkan tadi sama sekali tidak menyisakan keraguan bahwa para ulama hadits telah memberikan perhatian besar terhadap pemeriksaan matan, sebagaimana mereka memberikan perhatian terhadap sanad. Mereka telah mengerahkan seluruh kemampuan mereka dalam menelusuri hadits secara mendalam, dan tidak ada lagi ruang bagi orang setelah mereka untuk menambahkan apa pun atas usaha mereka.
فما يدعيه غلاة المستشرقين أن علماء الأمة اعتنوا بالشكل دون المضمون، قول من لم يَسِرِ السنة ولم يعرف حقيقتها، ولا خاض في بحارها ليعلم الحق من الباطل والصحيح من الزيف.
Karena itu, klaim sebagian orientalis ekstrem bahwa ulama umat hanya memperhatikan bentuk luar (sanad) tanpa memperhatikan isi (matan) adalah pernyataan yang lahir dari orang yang belum pernah menyelami ilmu hadits, tidak memahami esensinya, dan belum pernah masuk ke samudra ilmu itu untuk mengetahui mana yang benar dan mana yang batil, serta membedakan mana hadits yang sahih dan mana yang palsu.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Alukah
Leave a Reply