Bantahan Bagi yang Mengatakan : Langsung Mengambil dari Al Quran dan Sunnah Tanpa Membutuhkan Ulama



الرد على مقولة: أنا آخذ من الكتاب والسنة مباشرة دون حاجة لعلماء

Bantahan Bagi yang Mengatakan : Langsung Mengambil dari Al Quran dan Sunnah Tanpa Membutuhkan Ulama

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

بسم الله الرحمن الرحيم

Bantahan Bagi yang Mengatakan : Langsung Mengambil dari Al Quran dan Sunnah Tanpa Membutuhkan Ulama ini adalah jawaban dari pertanyaan yang seringkali juga kita temukan. Semoga bermanfaat

السؤال

كيف أرد على بعض أقاربي الذين يقولون عندما أعرض عليهم كلام العلماء، الذي يبين لهم أن بعض ما يفعلونه حرام مع الدليل، فيقولون: نحن نأخذ الدين من الكتاب والسنة مباشرة دون واسطة العلماء؛ لأن كل واحد يقدر يفسر الكتاب والسنة على هواه، وبما يشتهيه، وهؤلاء العلماء ذكوريون، يفتون بما يهواه الرجال، وبما يهضم حق المرأة، فضلا أني سمعتهم مرة يطعنون طعنا فاحشا -والعياذ بالله- في أحد علماء أهل السنة ؟

Pertanyaan :

Bagaimana saya harus menanggapi perilaku sebagian rekan kerabat saya, ketika saya menyampaikan perkataan para ulama, yang menjelaskan bahwa sebagian yang dilakukan oleh rekan-rekan saya itu hukumnya haram disertai dengan dalil-dalilnya, mereka malah menanggapi : Kami langsung mengambil dari Al Quran dan Sunnah tanpa memerlukan ulama, karena setiap kita memiliki kemampuan untuk menjelaskan Al Quran dan Sunnah sesuai dengan seleranya. Mereka juga mengatakan bahwa kebanyakan ulama tersebut adalah laki-laki yang membuat fatwa sesuai dengan selera laki-laki, dan mengabaikan hak-hak wanita,  Bahkan saya pernah mendengar mereka melontarkan kata-kata kasar mengkritik salah satu ulama Ahlussunnah – wal iyyadzubillah.

الجواب

الحمد لله.

لا يستطيع العامي أن يأخذ الأحكام بنفسه من الكتاب والسنة، لعدم أهليته.

Seorang awam tidak mampu untuk mengambil hukum-hukum sendiri dari Al Quran dan As Sunnah karena mereka tidak memiliki kemampuan untuk itu.

وذلك أن أخذ الأحكام يحتاج إلى علم بالأدلة، وكيفية الاستنباط منها، وهذا يستلزم معرفة مواضع الإجماع، والناسخ والمنسوخ، والعام والخاص، والمطلق والمقيد، والنص والظاهر، والصحيح والضعيف، وطرق الترجيح عند التعارض، ومتى يكون الأمر للوجوب ومتى يكون للندب، ومتى يكون النهي للتحريم ومتى يكون للكراهة، وأنى يكون هذا للعامي، بل لا يكون هذا لكثير من طلبة العلم.

Hal tersebut karena mengambil hukum membutuhkan ilmu tentang dalil, dan tata cara istinbat (menurunkan hukum) darinya, dan ini membutuhkan pengetahuan tentang Ijma’, Nasikh Mansukh, ‘Am wal Khash, Al Muthlaq dan Al Muqoyyad, Nash dan Zhohir, Shahih dan Dho’if, metode Tarjih untuk hal-hal yang nampak bertentangan (At Ta’aarudh), Kapan sebuah perintah sampai kepada tingkat yang wajib dan kapan sebuah perintah sampai ke tingkatan mandub (sunah), kapan sebuah larangan sampai kepada tingkat haram dan kapan sebuah larangan sampai kepada tingkatan makruh. Jangankan untuk mereka yang awam, hal-hal tersebut pun masih merupakan hal yang berat bagi banyak kalangan penuntut ilmu.

ولو كان الأمر متاحا لكل أحد لما قال الله تعالى :

Jika hal ini merupakan perkara yang mungkin bagi setiap orang, maka tidaklah Allah Ta’ala berfirman :

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ (النحل/٤٣)

maka bertanyalah kalian kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kalian tidak mengetahui, (Surah An Nahl ayat 43)

فالناس صنفان: أهل ذكر أي علم مهمتهم الاجتهاد والاستنباط، وعوام مقلدون لا يسعهم إلا سؤال أهل العلم.

Maka manusia digolongkan ke dalam 2 (dua) kategori : Ahlu Dzikr yakni orang yang berilmu tentang ijtihad dan istinbat. Dan orang awam yang mengikuti (muqoliduun). Golongan yang kedua ini tidak memiliki pilihan kecuali bertanya kepada ahli ilmu

وروى الإمام أحمد (٣٠٥٦)، وأبو داود (٣٣٧) عن ابْنَ عَبَّاسٍ قَالَ :

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Imam Abu Dawud dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu :

أَصَابَ رَجُلًا جُرْحٌ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، ثُمَّ احْتَلَمَ فَأُمِرَ بِالِاغْتِسَالِ فَاغْتَسَلَ فَمَاتَ، فَبَلَغَ ذَلِكَ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ: قَتَلُوهُ قَتَلَهُمُ اللَّهُ أَلَمْ يَكُنْ شِفَاءُ الْعِيِّ السُّؤَالَ.

 bahwa ada seorang laki-laki terluka pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kemudian ia mengalami mimpi basah, kemudian ia disuruh mandi janabah, lalu ia mati. Berita ini sampai kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam lalu beliau sabdakan: “Mereka telah membunuhnya, semoga Allah membunuh mereka, Bukankah obat ketidaktahuan adalah bertanya.?”

فهؤلاء أخذوا بظاهر الأدلة، من أن المحتلم يغتسل، ولم يعملوا الرخصة التي تستنبط من أدلة أخرى.

Mereka menerapkan makna dalil secara zhahir, yaitu bahwa orang yang mengalami mimpi basah harus mandi, dan mereka tidak mengamalkan keringanan yang dalilnya dapat diambil dari nash-nash lain.

فغير المؤهل قد يستدل بآية يكون الحكم فيها منسوخا، أو مخصصا أو مقيدا.

Seseorang yang tidak qualified bisa jatuh mengambil dalil dari suatu ayat Al Quran, padahal secara hukum telah di-mansukh, atau tidak berlaku dalam kondisi tertentu

وقد يستدل بحديث فيكون ضعيفا، أو مجمعا على ترك العمل به، أو مخصصا، أو مقيدا.

Atau dia mengambil dalil sebuah hadits yang ternyata dha’if (lemah), atau ada kesepakatan secara ilmiah bahwa apa yang termaktub dalam hadits tersebut tidak boleh dilakukan, atau hanya khusus atau terbatas pada situasi tertentu.

والصحابة الذين هم أعلم من غيرهم لم يكونوا جميعا مؤهلين لأخذ الأحكام من النصوص مباشرة، ولهذا كانوا يرجعون لعلمائهم كمعاذ وابن مسعود وابن عباس وابن عمر، ونشأ عن ذلك مدارس الفقه، ثم نشأ عنها المذاهب الأربعة وغيرها.

Para sahabat, yang memiliki pengetahuan lebih baik dari orang-orang selain mereka saja, tidak semuanya memenuhi syarat untuk mengambil hukum secara langsung dari teks-teks agama. Oleh karena itu mereka merujuk kepada para ulama di antara mereka, seperti Mu’adz, Ibnu Mas’ud, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu ‘Umar. Dari situ kemudian berkembanglah madzhab-madzhab fikih, kemudian setelahnya berkembang pula madzhab Imam yang empat dan selainnya.

وهؤلاء العوام لو استطاعوا أن يصححوا طهارتهم وصلاتهم، دون رجوع للعلماء لكانوا قد بلغوا مبلغا عظيما؛ ولكن: هيهات، هيهاتا !!

Andaikata orang awam bisa belajar mandi dan berwudhu dengan benar serta shalat yang benar, tanpa merujuk pada para ulama, mereka akan mencapai derajat pencapaian yang tinggi, tetapi hal itu adalah sesuatu yang tidak mungkin.

وربما دارت الواحدة بمسألتها في الحيض على جماعة من طلبة العلم، فلم تصل إلى شيء؛ فكيف لو أرادت هي معرفة الحكم بنفسها !

Misalnya ada seorang wanita yang bertanya tentang masalah haid kepada sekelompok pencari ilmu namun tidak menemukan jawaban atas pertanyaannya, lalu bagaimana mungkin dia ingin memahami hukum dengan caranya sendiri ?

والعلم الشرعي مثل جميع التخصصات: لابد فيه من تأهيل ودراسة، ولا يؤخذ بالثقافة العامة أو بالنظر السطحي.

Ilmu Syariah, sebagaimana spesialisasi ilmu lainnya, menuntut seseorang untuk belajar dan memiliki kualifikasi tertentu, dan tidak dapat diambil dari pengetahuan umum atau pemikiran yang dangkal.

Bantahan Bagi yang Mengatakan : Langsung Mengambil dari Al Quran dan Sunnah Tanpa Membutuhkan Ulama

وهؤلاء يحتاجون في علاجهم إلى أمور :

Bagi rekan, para kerabat anda tersebut, yang mengatakan bahwa mereka dapat mengambil langsung dari Al Quran dan Sunnah tanpa bimbingan ulama, memerlukan perlakuan sebagai berikut :

١ – أن تعطى لهم سورة من القرآن ومجموعة من أحاديث الأحكام ويختبروا في فهمها ليتبين أنهم بحاجة إلى النظر في كتب الشروح، وهذا الفهم دون مرحلة استنباط الحكم بمراحل؛ لأن أخذ الحكم يحتاج إلى معرفة ما قدمنا من قواعد أصول الفقه.

1. Berikan mereka sebuah surah dari Al-Qur’an dan beberapa hadits [yang berbicara tentang hukum] lalu ujilah pemahaman mereka tentang teks/nash tersebut, sehingga mereka akan menyadari bahwa mereka perlu membaca buku yang menjelaskan teks-teks/nash tersebut. Pemahaman terhadap nash ini beberapa derajat lebih rendah dari kemampuan menurunkan hukum (istinbat), karena menurunkan hukum dari suatu dalil membutuhkan ilmu yang telah kita bahas diatas, yakni ushul al-fiqh

٢ – أن يدفع إليهم كتاب من كتب التفسير وشروح الأحاديث ليعلموا كم يحتاج الأمر إلى دراسة حتى يفهموا هذه الشروح، فضلا عن استنباط الأحكام.

2. Berikan kepada mereka salah satu Tafsir Al Quran dan salah satu Tafsir Hadits, sehingga mereka akan menyadari betapa banyak usaha dan penelitian yang diperlukan untuk memahami penjelasan terhadap ayat Al Quran dan Hadits, apalagi menurunkan hukum dari suatu dalil.

٣ – أن يرسخ فيهم قاعدة العبودية والامتثال والتسليم للشرع، وأن الله عدل لا يظلم أحدا من خلقه، وأنه شرع لعباده ما يصلح وهو أعلم بهم. فإنها إذا ترسخت انزاحت عنهم هذه الشبهات،  فليس عندنا فقه ذكوري ولا أنثوي، وليس عندنا عالم معتبر يتحيز للرجال في الفتوى ويهضم حق المرأة التي هي أمه وبنته وأخته وزوجته !

3. Jelaskan kepada mereka tentang kaidah-kidah Ubudiyah dan bahwa mereka harus menerima dan mematuhi aturan Islam. Memahami bahwa Allah itu adil dan tidak pernah menzhalimi ciptaan-Nya, dan bahwa Allah telah mensyariatkan bagi hamba-hamba-Nya apa yang baik bagi mereka, karena Allah Ta’ala yang paling mengetahui keadaan mereka.

Begitu hal ini ditanamkan di hati mereka, semua keraguan (syubhat) mereka akan hilang. Tidaklah ada fikih yang pro kepada laki-laki semata, atau yang pro kepada perempuan semata, juga tidak ada ulama yang fatwa mereka lebih memihak kepada kaum laki-laki dan mengabaikan kaum wanita, yang juga adalah ibunya, putrinya, saudara perempuannya dan istrinya.

٤ – أن تحصر المسائل التي يعترضن عليها، ويلتمس فيها أدلتها من الكتاب والسنة والإجماع وأقوال الصحابة، وتزال عنهن الشبهة، ليتبين أن العلماء لم يتجاوزا ما في النصوص، ولم يقرروا شيئا ركونا إلى ظلم، أو اتباعا لهوى.

4. Buatlah daftar masalah yang menjadi keberatan para wanita ini dan hadirkan kepada mereka dalil-dalil dari Al-Qur’an, Sunnah, Ijma dan pandangan para Sahabat, untuk menghilangkan keraguan dari pikiran mereka. Juga untuk menjelaskan bahwa para ulama tidaklah keluar dari nash-nash yang ada, dan tidaklah menetapkan sesuatu berdasarkan kezhaliman, atau mengikuti hawa nafsu mereka.

ويمكن حصر هذه المسائل وسؤال أهل العلم عن أدلتها مسألة مسألة، فما دمن يثقن بالنصوص، ويسلمن لها، ويطعن في فهم العلماء، فلتعط لهن النصوص لينظر مدى تسليمهن.

Daftar masalah tersebut dapat anda tanyakan kepada ahlul ilmu tentang dalilnya antar satu masalah dengan masalah lainnya, karena jika rekan-rekan kerabat anda itu lebih mempercayai nash, dan lebih tunduk pada nash serta menentang pendapat para ulama, maka hadirkan kepada mereka nash (dalil-dalil) untuk melihat sejauh mana mereka mematuhi nash-nash tersebut.

ونسأل الله أن يهدي أقاربك وأن يردهم إليه ردا جميلا.

Kita memohon kepada Allah semoga Dia memberikan petunjuk kepada para rekan kerabat anda dan mengembalikan mereka kepada Allah dengan cara yang indah.

Print Friendly, PDF & Email


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.