Kritik Riwayat Asbabun Nuzul (3)



نقد روايات النزول عند ابن عطية

Kritik terhadap Riwayat Asbabun Nuzul menurut Ibnu ‘Athiyyah (Bagian Ketiga)

Oleh : Syaikh Muhammad Shalih Sulaiman

Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu

Artikel Kritik Terhadap Riwayat Asbabun Nuzul ini masuk dalam Kategori Asbabun Nuzul

Artikel ini berasal dari kitab “ash-Shina‘ah an-Naqdiyyah fi Tafsir Ibni ‘Athiyyah”, terbitan Markaz Tafsir tahun 1437 H / 2016 M, hlm. 291 dan setelahnya

٣) انتقاد ما ضَعُفَ إسناده من أسباب النزول

3) Kritik terhadap Riwayat Sebab Nuzul yang Lemah Sanadnya:

الكلامُ في أسباب النزول عِمادُه النقل؛ ولذا كان الإسناد من أهمِّ المقاييس التي يستخدمها العلماء في بيان ثبوت سبب النزول أو عدم ثبوته، وقد اعتمد ابن عطية الإسناد ساعةَ تَعامُلِهِ مع الأقوال المروية في النزول؛ فانتقد كثيرًا من الأقوال بافتقارها للسند الذي يثبتها؛ فمن ذلك:

Pembicaraan tentang sebab-sebab turunnya ayat (asbābun nuzūl) bertumpu pada periwayatan. Karena itu, sanad merupakan salah satu standar terpenting yang digunakan oleh para ulama untuk menunjukkan apakah suatu sebab nuzul itu sahih atau tidak. Ibnu ‘Athiyyah juga menjadikan sanad sebagai acuan ketika menghadapi berbagai pendapat yang diriwayatkan tentang asbābun nuzūl. Ia mengkritik banyak pendapat karena tidak memiliki sanad yang dapat menguatkannya. Di antaranya adalah:

ما نقله ابن عطية عن الطبري وغيره في قوله تعالى:

Seperti yang dinukil oleh Ibnu ‘Athiyyah dari ath-Thabari dan selainnya mengenai firman Allah:

﴿قُلْ أَغَيْرَ اللَّهِ أَتَّخِذُ وَلِيًّا فَاطِرِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ﴾ [سورة الأنعام: ١٤]

“Katakanlah: Apakah selain Allah akan aku jadikan sebagai pelindung, (Dia) Pencipta langit dan bumi?” (Surah al-An‘am ayat 14)

قال: «قال الطبريُّ وغيرُه: أُمِرَ أن يقول هذه المقالة للكَفَرَة الذين دَعَوْه إلى عبادة أوثانهم؛ فتجيء الآية على هذا جوابًا لكلامهم. قال القاضي أبو محمد: وهذا التأويل يحتاج إلى سندٍ في أنَّ هذا نزل جوابًا».

Beliau mengatakan : Ath-Thabari dan lainnya berkata bahwa Nabi diperintahkan untuk mengucapkan pernyataan ini kepada orang-orang kafir yang mengajak beliau menyembah berhala. Maka ayat ini menjadi jawaban atas ucapan mereka. Al-Qadhi Abu Muhammad menanggapi: “Tafsiran ini membutuhkan sanad yang menunjukkan bahwa ayat ini benar-benar turun sebagai jawaban.” 1

ومن ذلك أيضًا: ما ذكره عند قوله تعالى:

Contoh lain adalah yang ia sebutkan saat menafsirkan firman Allah:

﴿مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا﴾ [سورة الأنعام: ١٦٠]

“Barang siapa yang membawa satu kebaikan, maka baginya sepuluh pahala yang serupa dengannya.” (Surah al-An‘am ayat 160)

قال: «قال أبو سعيد الخدري وعبد الله بن عمر: هذه الآية نزلت في الأعراب الذين آمنوا بعد الهجرة؛ فضاعفَ اللهُ حسناتهم للحسنة عشرٌ، وكان المهاجرون قد ضُوعِفَ لهم الحسنة سبعمائة. قال القاضي أبو محمد: وهذا تأويل يحتاج إلى سندٍ يقطعُ العُذر».

Beliau mengatakan : Abu Sa‘id al-Khudri dan Abdullah bin ‘Umar berkata: Ayat ini turun mengenai orang-orang Arab badui yang masuk Islam setelah hijrah. Maka Allah melipatgandakan pahala mereka: satu kebaikan menjadi sepuluh. Adapun kaum Muhajirin, satu kebaikan mereka dilipatgandakan menjadi tujuh ratus. Ibnu ‘Athiyyah berkata: “Takwilan ini membutuhkan sanad yang kuat dan tegas, yang dapat menghilangkan alasan (keraguan).” 2

٤) انتقاد ما خالف وقائع التاريخ وأحواله:

4) Kritik terhadap Riwayat yang Bertentangan dengan Fakta dan Kronologi Sejarah:

كان لابن عطية اعتماد ظاهر على الوقائع والمعلومات التاريخية في انتقاده للأقوال المروية في النزول؛ فقد انتقد كثيرًا من تلك الأقوال، وبَيَّنَ زيفها بعرضِها على أحداث التاريخ ووقائعه، وكانت له في ذلك نظرات تدلّ على يقظة عقله ونفاذ بصيرته.

Ibnu ‘Athiyyah juga secara jelas menggunakan fakta-fakta dan informasi sejarah dalam kritiknya terhadap riwayat-riwayat asbābun nuzūl. Ia mengkritik banyak riwayat dan menunjukkan kelemahannya dengan menimbangnya terhadap peristiwa dan fakta sejarah. Dalam hal ini, ia memiliki pengamatan tajam yang menunjukkan kejernihan akal dan ketajaman basirahnya.

ومن الأمثلة على ذلك: ما نقله عند قوله تعالى:

Contohnya adalah apa yang ia sebutkan saat menafsirkan firman Allah:

﴿وَلَقَدْ نَعْلَمُ أَنَّهُمْ يَقُولُونَ إِنَّمَا يُعَلِّمُهُ بَشَرٌ﴾ [سورة النحل: ١٠٣]

“Dan sungguh Kami mengetahui bahwa mereka berkata, ‘Sesungguhnya yang mengajarkan (Al-Qur’an) kepadanya adalah manusia.’” (Surah an-Nahl ayat 103)

ومَن هو الذي كانت تقصده قريش ساعةَ اتهامِها للنبي -صلى الله عليه وسلم- بكون معلِّمِه بشرًا أعجميًّا، فنقل عدّة أقوال في ذلك، ثم قال: «وقال الضحّاك: الإشارة إلى سلمان الفارسي. قال القاضي أبو محمد: وهذا ضعيف؛ لأنَّ سلمان إنما أسلَمَ بعد الهجرة بمدّة».

Ibnu ‘Athiyyah mengangkat berbagai pendapat mengenai siapa yang dimaksud oleh Quraisy saat menuduh bahwa Nabi ﷺ diajari oleh seorang ajam (non-Arab). Ia menukil sejumlah pendapat, lalu berkata: “Adz-Dhahhak mengatakan bahwa yang dimaksud adalah Salman al-Farisi. Al-Qadhi Abu Muhammad berkata: Ini adalah pendapat yang lemah, karena Salman baru masuk Islam beberapa waktu setelah hijrah.” 3

فالآيات دالّة على أنَّ اتهام قريشٍ هذا كان بمكة قبل الهجرة، ويؤيّد هذا مكيةُ السورة؛ فالقول بأنها في سلمان الفارسي خطأ تاريخي؛ لكون سلمان لم يُسْلِم إلا بعد الهجرة.

Ayat-ayat tersebut menunjukkan bahwa tuduhan Quraisy ini terjadi di Mekah sebelum hijrah, dan dikuatkan oleh fakta bahwa Surah an-Nahl adalah surah Makkiyah. Maka, menyatakan bahwa yang dimaksud dalam ayat adalah Salman al-Farisi adalah kesalahan sejarah, karena Salman baru masuk Islam setelah Nabi ﷺ berhijrah.

ومن الأمثلة على ذلك أيضًا: ما نقله في قوله تعالى:

Contoh lain adalah ucapannya saat menafsirkan firman Allah:

﴿يُرِيدُونَ أَنْ يُبَدِّلُوا كَلَامَ اللَّهِ﴾ [سورة الفتح: ١٥]

“Mereka ingin mengganti ketetapan Allah.” (Surah al-Fath ayat 15)

عن عبد الله بن زيد بن أسلم قال: «كلام الله: قوله تعالى: ﴿فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا﴾ [التوبة: 83]، وهذا قولٌ ضعيف؛ لأن هذه الآية نزلت في رجوع رسول الله -صلى الله عليه وسلم- من تبوك، وهذا في آخر عمره، وآية هذه السورة نزلت سنة الحديبية».

Diriwayatkan dari Abdullah bin Zaid bin Aslam, ia berkata: “Yang dimaksud dengan ‘kalāmullāh’ (firman Allah) adalah firman-Nya:

﴿فَقُلْ لَنْ تَخْرُجُوا مَعِيَ أَبَدًا وَلَنْ تُقَاتِلُوا مَعِيَ عَدُوًّا﴾ [سورة التوبة: ٨٣]

“Maka Katakanlah: “Kamu tidak boleh keluar bersamaku selama-lamanya dan tidak boleh memerangi musuh bersamaku. .” (Surah at-Taubah ayat 83)

Namun ini adalah pendapat yang lemah, karena ayat tersebut turun setelah Rasulullah ﷺ kembali dari Perang Tabuk, yaitu di akhir masa hidup beliau, sedangkan ayat dalam Surah al-Fath (yang sedang ditafsirkan) diturunkan pada tahun Hudaibiyah. 4

Bersambubng ke bagian berikutnya in sya Allah


Baca lebih nyaman dengan aplikasi rezandroid. Download versi terbaru di Google Play Store : https://play.google.com/store/apps/details?id=com.rezaervani.rezandroid

Catatan Kaki

  1. Lihat: al-Muharrar al-Wajiz (3/323).
  2. Lihat: al-Muharrar al-Wajiz (3/502). Lihat juga: (3/442; Surah al-An‘am: 111), (4/366–367; Surah at-Taubah: 74).
  3. Lihat: al-Muharrar al-Wajiz (5/408).
  4. Lihat: al-Muharrar al-Wajiz (7/675) dengan sedikit penyesuaian. Lihat juga contoh lain: (1/496–497; Surah al-Baqarah: 204), (3/367–368; Surah al-An‘am: 52), (5/356; Surah an-Nahl: 41).


Be the first to comment

Leave a Reply

Your email address will not be published.


*


This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.