عالم إسلامي بلا فقر
Dunia Islam Tanpa Kemiskinan (Bagian Ketiga)
Oleh : Dr. Rif‘at As-Sayyid Al-‘Audhi
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Seluruh buku ini dapat dibaca pada Kategori Buku: Dunia Islam Tanpa Kemiskinan
ولعل الأدهى والأنكى أيضا هـو التفكير الهروبي، وذلك بالانسلاخ من المـجتمعات، وتشكيل أجسام منفصلة عنها باسم الإسلام أملا في تطبيق المعاني الإسلامية والالتزام بها (! ) ومن ثم تتحول الكثير من هـذه الأجسام إلى طائفيات وحزبيات منغلقة ومتعصبة، معجبة بفكرها، تتحجر عليه، وتقتات بالنيل من (الآخرين ) ورجم المجتمعات التي هـي في الأصل محل دعوتها وترقيتها وتهذيبها.
Dan yang lebih parah lagi adalah pola pikir yang bersifat lari dari tanggung jawab, yaitu dengan melepaskan diri dari masyarakat dan membentuk kelompok-kelompok terpisah atas nama Islam dengan harapan dapat menerapkan nilai-nilai Islam secara murni. Namun, banyak dari kelompok-kelompok ini justru berubah menjadi sekte dan partai tertutup yang fanatik, terpesona dengan pikirannya sendiri, membatu di atasnya, serta hidup dengan cara menyerang kelompok lain dan mencela masyarakat yang sebenarnya merupakan objek dakwah mereka, tempat mereka seharusnya mengangkat dan memperbaikinya.
لذلك نقول: بأنه بدل أن يكون أصحاب تلك الدعوات دليل المجتمع إلى فعل الخير تحولوا إلى حواجز وجدران تحول دون فعل الخير، وتنفر منه، إن لم يكن ذلك بقولها فبفعلها.. هـذا من جانب، ومن جانب آخر أصبحت أجساما منفصلة تسهل محاصرتها، واختراقها، وتشويه صورتها، وشل حركتها، والقضاء عليها، واتهامها بشتى أنواع الاتهام من أعدائها.
Karena itu, dapat kita katakan bahwa alih-alih menjadi penunjuk jalan bagi masyarakat menuju kebaikan, para pengusung dakwah tersebut justru berubah menjadi penghalang dan tembok yang menutup jalan kebaikan, bahkan membuat orang menjauh darinya—jika tidak dengan ucapan mereka, maka dengan tindakan mereka. Di sisi lain, kelompok-kelompok itu menjadi entitas terpisah yang mudah dikepung, disusupi, dicemarkan citranya, dilemahkan gerakannya, dihancurkan, serta dihujani berbagai tuduhan dari musuh-musuhnya.
لذلك لا بد من التفكير بالعودة إلى المجتمع -محل الدعوة – وحمل أهدافه، وتحمل هـمومه، ومشاركته في معاناته، والاندماج بمؤسساته، والتوسع في دوائر الخير فيه، وتقديم نماذج متميزة تثير الاقتداء في المواقع المتعددة، لدرجة يمكن معها القول: بأن المسلم اليوم مطالب بفك المحاصرة له، ومحاولات إخراجه من المجتمع وفصله عن جسم الأمة، والتفكير دائما بوسائل العودة إليها والالتصاق بها، وتقديم أنموذج التضحية والخلاص لمعاناتها.. وقد تقتضي بعض الظروف والمراحل أن تكون الدعوة بالأفعال والسلوك، والتحلى بالصبر والصمت في مناسبات كثيرة.
Karena itu, harus ada pemikiran serius untuk kembali kepada masyarakat—tempat dakwah sejatinya—dengan mengusung tujuan-tujuannya, menanggung beban-bebannya, berbagi dalam penderitaannya, menyatu dengan lembaga-lembaganya, memperluas lingkaran kebaikan di dalamnya, serta menghadirkan teladan-teladan yang layak ditiru di berbagai posisi. Hingga bisa dikatakan bahwa seorang Muslim hari ini dituntut untuk membebaskan diri dari upaya-upaya pengasingan yang menjauhkan dirinya dari masyarakat dan tubuh umat, dan senantiasa berpikir tentang cara untuk kembali dan melekat dengannya, dengan memberikan contoh pengorbanan dan jalan keluar bagi penderitaannya. Bahkan dalam kondisi dan tahapan tertentu, dakwah itu justru harus dilakukan melalui amal nyata, perilaku mulia, serta kesabaran dan diam pada banyak kesempatan.
فالتخلف وفلسفاته، والفتن واتساعها، لا تعالج بمزيد من القول واللجاج والجدال، والهروب والانسحاب، بل تهزم وتحاصر بالمبادرة إلى الفعل والعمل الصالح،
Keterbelakangan dan filsafatnya, fitnah dan meluasnya, tidak dapat diatasi dengan memperbanyak ucapan, perdebatan, perselisihan, lari dari kenyataan, atau mengundurkan diri. Semua itu hanya dapat dikalahkan dan dikepung dengan inisiatif nyata, tindakan konkret, dan amal saleh.
والرسول صلى الله عليه وسلم يوضح سبيل الخروج في مثل هـذه الحالات، عندما يكثر القوالون، ويقل الفعالون، ويسود الصخب واللجاج والشكوك وضياع القيم، فيقول:
Rasulullah ﷺ menjelaskan jalan keluar dalam kondisi semacam ini, ketika banyak orang pandai berbicara namun sedikit yang berbuat, ketika hiruk-pikuk, perdebatan, keraguan, dan hilangnya nilai-nilai merajalela. Beliau bersabda:
( بادرو ا بالأعمال فتنا كقطع الليل المظلم، يصبح الرجل مؤمنا ويمسي كافرا، أو يمسي مؤمنا ويصبح كافرا، يبيع دينه بعرض من الدنيا. ) (أخرجه مسلم).
“Segeralah beramal, karena akan muncul fitnah-fitnah bagaikan potongan malam yang gelap gulita. Seseorang di pagi hari masih beriman, namun di sore hari menjadi kafir. Atau di sore hari beriman, lalu di pagi hari menjadi kafir. Ia menjual agamanya dengan keuntungan dunia yang sedikit.” (Hadits Riwayat Muslim).
فالإسراع بمواجهة الفتن، بكل لجاجها، بالعمل الصالح هـو سبيل الخروج من المآزق، وهذا لا تطيقه إلا عزائم الرجال، وخاصة في مواجهات مراحل الفتن، ولا يستطيعه أصحاب التدين المغشوش الهش والأصوات العالية. [ ص: ١٨ ]
Karena itu, bersegera menghadapi fitnah—dengan segala kekeras-kepalaannya—melalui amal saleh adalah jalan keluar dari berbagai krisis. Hal ini hanya mampu dipikul oleh tekad yang kokoh, terutama saat berhadapan dengan fase-fase fitnah; ia tidak akan sanggup dilakukan oleh para penganut keberagamaan yang palsu, rapuh, dan hanya mengandalkan suara lantang.
ولعل من الأمور التي تحتاج إلى مزيد من النظر والتأكيد دائما، أن المشكلات السياسية والاقتصادية والاجتماعية والتنموية، هـي في حقيقتها مشكلات ثقافية، أو هـي مشكلة الثقافة، ذلك أن الأبعاد السياسية والاقتصادية والتنموية لهذه المشكلات لا تخرج عن كونها تجليات للمشكلة الثقافية، أو مشكلة القيم والأفكار والمفاهيم بشكل أخص، وأن أية محاولة للعلاج ووضع الخطـط للخروج من المشكلات لا تدرك حقيقة تلك المشكلات وأسبابها الحقيقية فإنما تحاول أن تعالج العرض وتتعامل مع الآثار دون التوجه للإحاطة بالأعراض ومعرفة أسبابها، التي تتركز جميعها في المشكلة الثقافية ابتداء.
Salah satu hal yang selalu perlu ditelaah dan ditegaskan ialah bahwa problem politik, ekonomi, sosial, dan pembangunan pada hakikatnya adalah problem kultural—problem kebudayaan. Dimensi politik, ekonomi, dan pembangunan dari problem-problem tersebut pada dasarnya hanyalah manifestasi dari problem kultural itu sendiri, lebih khusus lagi problem nilai, gagasan, dan konsep. Maka setiap upaya terapi dan perencanaan jalan keluar yang tidak memahami hakikat dan sebab sejati dari problem itu, sejatinya hanya mengobati gejala dan menanggulangi dampak, tanpa berupaya merangkum gejalanya dan mengenali sebab-musababnya—yang semuanya berpusat pada problem kultural sejak mula.
ولا نعني بالمشكلة الثقافية هـنا الفقر في القيم والأفكار والمفاهيم والميراث الثقافي والحضاري، وإنما نعني بها فساد منهج التعامل معها، فقد تكون الأمة غنية بمخزونها الثقافي والاقتصادي والاجتماعي والحضاري وتجربتها الحضارية التي جسدت هـذه القيم والأفكار، ودللت على صوابها، لكنها تفتقر إلى مفاتيحه وإعادة الاجتهاد في تنزيل هـذه القيم على واقع الناس.
Yang kami maksud dengan problem kultural di sini bukanlah kemiskinan nilai, gagasan, konsep, serta warisan budaya-peradaban; melainkan kerusakan metodologi dalam memperlakukan semuanya. Suatu umat bisa saja kaya akan khazanah kultural, ekonomi, sosial, dan peradabannya, serta pengalaman sejarah yang mewujudkan nilai-nilai itu dan membuktikan kebenarannya; namun ia miskin “kunci-kunci” dan pembaruan ijtihad untuk menurunkan nilai-nilai tersebut ke realitas kehidupan manusia.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Negara Qatar Direktorat Penelitian dan Studi Islam
Leave a Reply