عالم إسلامي بلا فقر
Dunia Islam Tanpa Kemiskinan (Bagian Kelima)
Oleh : Dr. Rif‘at As-Sayyid Al-‘Audhi
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Seluruh buku ini dapat dibaca pada Kategori Buku: Dunia Islam Tanpa Kemiskinan
من هـنا نقول: بأن الإسلام لم يتعامل مع مشكلة الفقر كمشكلة مادية مقطوعة عن موقعها من بناء الرؤية الشاملة المتماسكة، فهي مطروحة على مستوى العقيدة والعبادة والأخلاق والسلوك ووسائل الكسب ومصادره.. ولا يكفي هـنا أن نقول: إن الإسلام يمتلك الحل، أو يمتلك المنهج لمعالجة الفقر، كشعار، بل لا بد من طرح السؤال الكبير ثقافيا: لماذا لم يعالج المسلمون مشكلة الفقر؟ وكيف تعالج؟
Maka dari sini kita katakan: Islam tidak pernah memperlakukan masalah kemiskinan sebagai persoalan material semata yang terputus dari bangunan visi menyeluruh yang kokoh. Masalah ini diletakkan dalam konteks akidah, ibadah, akhlak, perilaku, serta cara memperoleh dan mengelola harta. Tidak cukup hanya berkata bahwa Islam memiliki solusi atau metode untuk mengatasi kemiskinan sebagai slogan. Pertanyaan besar yang perlu diajukan secara kultural adalah: mengapa kaum Muslim belum mampu menyelesaikan masalah kemiskinan? Bagaimana seharusnya ia ditangani ?
وذلك بوضع استراتيجية شاملة تعالج الأسباب وتبصر بكيفية التعامل مع القيم الإسلامية الضابطة لمسيرة الحياة، ذلك أن الاستمرار بالقول: بأن الإسلام يمتلك العلاج دون بيان أسباب المشكلة وآلية وكيفية العلاج، يخشى أن ينعكس ذلك على الإسلام نفسه، وليس على عجز الناس عن التعامل مع قيمه، والاكتفاء برفع الشعارات والحماسات والخطب.. فالإسلام موجود بقرآنه وسنته وتجربته التاريخية، ومع ذلك فالفقر موجود.. لماذا.. وكيف ؟
Hal ini membutuhkan strategi menyeluruh yang mengobati akar penyebab, sekaligus memberi panduan bagaimana mengaplikasikan nilai-nilai Islam sebagai pengendali perjalanan hidup. Terus-menerus berkata bahwa Islam memiliki solusi, tanpa mengungkap akar masalah serta mekanisme dan cara penyelesaiannya, justru berisiko memberi kesan bahwa kelemahan itu terletak pada Islam, bukan pada kegagalan umat mengamalkan nilai-nilainya. Hanya berpuas diri dengan slogan, semangat, dan pidato kosong tidak menyelesaikan persoalan. Al Quran, Sunnah, dan pengalaman sejarah Islam tetap ada, tetapi kenyataannya kemiskinan juga tetap ada. Mengapa? Bagaimana?
وعندما نقول: إن المشكلة ثقافية عقدية تربوية، وإن تلك الأعراض السياسـية والاقتصادية والاجتماعيـة أعراض وتـجليـات لها، لا نعدو الحقيقة، لأن الاقـتصار عـلى التعامل مع تلك التجليات لم يغير شيئا.
Dan ketika kita katakan bahwa masalah ini adalah problem kultural, akidah, dan pendidikan—sementara gejala politik, ekonomi, dan sosial hanyalah manifestasi darinya—maka kita tidak melebih-lebihkan. Sebab terbukti bahwa membatasi penanganan hanya pada gejala-gejala itu tidak menghasilkan perubahan nyata.
والأمـر فـي مـعالـجة مشكلة الفقر، في الرؤية الإسلامية، لم يقتصر -كما أسلفنا- على البناء التربوي والثقافي، وإنما امتد لوضع التشريعات الملزمة للعمل والتكامل وإنهاء الفقر.
Dalam perspektif Islam, penanganan masalah kemiskinan tidak hanya berhenti pada pembangunan pendidikan dan kultural, tetapi juga meluas hingga melahirkan aturan-aturan hukum yang mengikat, yang mendorong kerja, membangun sinergi, dan menghapuskan kemiskinan.
لقد وضعت قيم الإسلام أسسا نفسية وفكرية لعلاج أسباب المشكلة، كما وضعت أطرا وحلولا عملية لمعالجة آثارها لا تغني واحدة عن أخرى، وتبقى الثقافة هـي المؤشر والمؤطر والدافع والمنتج.
Nilai-nilai Islam telah meletakkan dasar-dasar psikologis dan intelektual untuk mengobati akar masalah, sekaligus menetapkan kerangka dan solusi praktis untuk mengatasi dampaknya. Keduanya tidak bisa saling menggantikan. Namun, budaya tetaplah menjadi penunjuk, bingkai, penggerak, sekaligus hasil dari semua itu.
ولعل من الأسس النفسية المهمة في الرؤية الإسلامية والمنهج الإسلامي، إقامة العلاقات المادية والمعنوية على أساس الأخوة،
Di antara fondasi psikologis terpenting dalam visi dan metode Islam ialah membangun hubungan, baik material maupun spiritual, di atas dasar ukhuwah (persaudaraan).
لقوله تعالى ( :إنما المؤمنون إخوة ) (الحجرات:١٠).
Sebagaimana firman Allah Ta’ala: “Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara.” (Surah Al-Hujurat: 10)
وربط الإيمان باستشعار حقوق الأخ، كما رتب على رابطة الأخوة الحب، فلا يؤمن الإنسان المسلم وينجو بإيمانه مالم يحب لأخيه ما يحب لنفسه، ويعيش معه كالبنيان يشد بعضه بعضا، وجعل العدل وحفظ الحقوق، حتى خارج الدائرة الإسـلامية، من قـيم الديـن الأسـاسيـة، بـل ندب إلى عـدم الاقـتصار عـلى العدل وهو إحقاق الحق أو إعطاء كل إنسان حقه بدون ظلم، وإنما الارتقاء إلى الإحسان وهو التنازل له عن بعض حقك أيضا.
Islam mengaitkan iman dengan kesadaran akan hak-hak saudara, dan membangun ikatan ukhuwah di atas cinta. Seorang Muslim tidak sempurna imannya dan tidak selamat dengan imannya sampai ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri, serta hidup bersamanya bagaikan bangunan yang saling menguatkan. Islam juga menjadikan keadilan dan penjagaan hak—bahkan terhadap orang di luar lingkaran Islam—sebagai nilai pokok agama. Lebih dari itu, Islam mendorong untuk tidak berhenti pada batas keadilan (menegakkan kebenaran dan memberikan setiap orang haknya tanpa zalim), melainkan naik ke tingkat ihsan, yaitu rela melepaskan sebagian hak kita untuk orang lain.
ومن الأسس النفسية: الإيثار، وهو عكس الأثرة والأنانية.. والإيثار تفضيل (الغير ) على النفس، وإشاعة جو العفو والرحمة وهي الغاية التي من أجلها جاءت الشريعة، والتربية على تنمية روح الاحتساب في الفعل.
Di antara fondasi psikologis itu adalah itsar (mendahulukan orang lain), yang berlawanan dengan sifat egois dan mementingkan diri sendiri. Itsar berarti mengutamakan orang lain atas diri sendiri, menebarkan suasana pemaafan dan kasih sayang—tujuan utama syariat Islam—serta melatih jiwa untuk menumbuhkan semangat mencari pahala dalam setiap amal.
ولم يقتصر الإسلام على بناء الأسس النفسية الثقافية للتكامل والتكافل الاجتماعي، وإنما وضع أسسا عملية أيضا لترميم الحاجات، كفريضة الزكاة -وهي أحد أركان الإسلام- بالنسبة للأصناف الثمانية، ونظام النفقات الواجبة، وتشريعات الميراث بالنسبة للتكافل في إطار الأسرة، والصدقات، والنذور، والكفارات،
Islam tidak hanya membangun fondasi psikologis dan kultural untuk integrasi dan solidaritas sosial, tetapi juga menetapkan fondasi praktis untuk memenuhi kebutuhan. Di antaranya adalah kewajiban zakat—sebagai salah satu rukun Islam—untuk delapan golongan, sistem nafkah wajib, aturan warisan untuk solidaritas dalam lingkup keluarga, sedekah, nadzar, dan kafarat.
كما ندب أتباعه إلى الوقف، لأهمية دوره في التنمية، وترميم الفقر والفعل الاجتماعي بشكل عام، وليس ذلك فقط وإنما يمتد الأمر إلى تحريم الادخار، واعتبار ذلك من الكنز المحرم، أثناء الأزمات والمجاعات والحروب وحالات الطوارئ والجوع، ( فالرسول صلى الله عليه وسلم يقول عن الأشعريين:..
Islam juga menganjurkan wakaf karena perannya yang besar dalam pembangunan, penanggulangan kemiskinan, dan penguatan kerja sosial secara umum. Bahkan, dalam kondisi krisis, kelaparan, perang, dan darurat, Islam melarang penimbunan harta dan menganggapnya sebagai perbuatan menimbun yang terlarang. Rasulullah ﷺ bersabda tentang kaum Asy‘ariyin :
( هم مني وأنا منهم ) (أخرجه البخاري)
“Mereka bagian dariku dan aku bagian dari mereka.” (Hadits Riwayat Bukhari)
لأنهم إذا أرملوا -أي فني زادهم- جمعوا ما كان عندهم في ثوب واحد، ثم اقتسموه بينهم في إناء واحد بالسوية.
Karena ketika mereka kehabisan bekal, mereka mengumpulkan apa yang ada pada mereka ke dalam satu kain, kemudian membaginya secara merata dalam satu wadah.
وأبو سعيد الخدري رضي الله عنه يروي لنا قول الرسول صلى الله عليه وسلم :
Abu Sa‘id Al-Khudri ra meriwayatkan sabda Rasulullah ﷺ:
( من كان معه فضل ظهر فليعد به على من لا ظهر له، ومن كان له فضل زاد فليعد به على من لازاد له ) ، يقول أبو سعيد رضي الله عنه : فذكر صلى الله عليه وسلم من أصناف المال ما ذكر حتى رأينا أنه لا حق لأحد منا في فضل (أخرجه مسلم ).
“Barang siapa memiliki kendaraan lebih hendaklah ia memberikannya kepada yang tidak memiliki kendaraan. Barang siapa memiliki kelebihan bekal, hendaklah ia memberikannya kepada yang tidak memiliki bekal.” Abu Sa‘id ra berkata: Rasulullah ﷺ menyebut berbagai macam harta hingga kami merasa bahwa tidak ada seorang pun di antara kami yang memiliki hak atas kelebihan hartanya.” (Hadits Riwayat Muslim)
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Kementerian Wakaf dan Urusan Islam Negara Qatar Direktorat Penelitian dan Studi Islam
Leave a Reply