شبهات المستشرقين حول السنة النبوية القائلين بها، أدلتهم، تفنيدها. دراسة نقدية
Syubhat Orientalis terhadap Sunnah Nabi : Argumen Pendukung Mereka, Dalil-Dalil Mereka, dan Penolakannya. (Sebuah Studi Kritis) [Bagian Ketujuh]
Peneliti: Sami Manshur Muhammad Saif
Alih Bahasa : Reza Ervani bin Asmanu
Makalah Syubhat Orientalis terhadap Sunnah Nabi masuk dalam Kategori Ilmu Hadits
أولاً: كان الصحابة –رضوان الله عليهم– ينتقد بعضهم مضمون روايات بعض، فمثلاً انتقدت السيدة عائشة –رضي الله عنها– مضمون روايات بعض الصحابة، وكذلك تعرضت بعض رواياتها للنقد من بعض الصحابة الآخرين، وقد ألف الإمام بدر الدين محمد بن عبد الله الزركشي كتاباً جمع فيه الروايات التي انتقدت فيها السيدة عائشة –رضي الله عنها– مرويات بعض الصحابة.
Pertama: Para sahabat radhiyallahu ‘anhum sendiri saling mengoreksi isi riwayat satu sama lain. Misalnya, Sayyidah ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha pernah mengkritik kandungan beberapa riwayat sahabat lain, dan bahkan sebagian riwayat beliau juga pernah dikritik oleh sahabat lain. Imam Badruddin Muhammad bin Abdillah az-Zarkasyi bahkan menulis satu kitab khusus yang menghimpun riwayat-riwayat yang dikritik oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha.
ثانياً: أن أحد الأسباب الرئيسة للاختلاف بين المذاهب الفقهية يرجع إلى نقد المتن، فقد قبلت المذاهب الفقهية كثيراً من الأحاديث الصحيحة، إلا أنهم اختلفوا في تأويلها وفهمها.
Kedua: Salah satu sebab utama perbedaan pendapat di antara madzhab-madzhab fiqih adalah karena adanya kritik terhadap matan hadits. Banyak madzhab fiqih menerima hadits yang sahih, tetapi mereka berbeda dalam memahami dan menakwilkannya.
ثالثاً: إن علم “تخلف الحديث” خير شاهد على اعتناء العلماء بنقد المتون، فهذا العلم يعني: بالأحاديث النبوية الشريفة التي ظاهرها التعارض، وقد اهتم العلماء مبكرًا بهذا العلم بدءًا من مؤلف الإمام محمد بن إدريس الشافعي –رحمه الله تعالى–: “اختلاف الحديث” وغيره من المؤلفات، أضف إلى ذلك فقد ذكر العلماء وجوهاً عديدة للترجيح بين مختلف الحديث بعضها راجعة للسند وأخرى راجعة للمتن، كل هذا يدل على عناية فائقة من علمائنا بنقد المتن حتى قال ابن خزيمة: “ليس ثم حديثان متعارضان من كل وجه، ومن وجد شيئًا من ذلك فليأتني لأؤلف له بينهما”(١).
Ketiga: Ilmu ikhtilāf al-hadīts (pertentangan antarhadits) adalah bukti nyata perhatian para ulama terhadap kritik matan. Ilmu ini membahas hadis-hadis Nabi ﷺ yang tampak bertentangan secara lahiriah. Para ulama sejak awal telah memberi perhatian khusus terhadapnya, dimulai dengan karya Imam Muhammad bin Idris asy-Syafi’i rahimahullah berjudul Ikhtilāf al-Hadīts dan karya-karya lain sesudahnya. Para ulama juga menyebutkan berbagai metode tarjih untuk mengatasi pertentangan antarhadits, di mana sebagian metode tersebut didasarkan pada sanad dan sebagian lainnya didasarkan pada matan. Ini semua menunjukkan perhatian luar biasa para ulama terhadap matan. Bahkan Ibnu Khuzaimah pernah berkata, “Tidak ada dua hadits yang bertentangan secara mutlak. Jika ada yang menemukannya, bawalah kepadaku agar aku pertemukan dan jelaskan antara keduanya.” 1
رابعاً: لقد أولى نقد المتن عناية كبيرة في علم علل الحديث الذي هو رأس علم الدراية، وهو علم متابعة الثقات في رواياتهم، وموضوع هذا العلم الحديث الذي ظاهر إسناده الصحة، إلا أن العلماء يضعفونه متنه لأن فيه نكارة أو شذوذاً أو اضطراباً، لذا فقد أطلق علماء المصطلح على العلل الموجودة في المتن مصطلحات عادة مثل: حديث منكر المتن، حديث غريب، حديث شاذ، حديث مضطرب. وإن قول العلماء عن حديث إنه صحيح الإسناد أو حسن الإسناد لا يعني أبداً أن المتن صحيح أو حسن، وذلك لشنوذ أو علة فيه، وقد يصح المتن ولا يصح السند لورود دلائل على صحة المتن من طرق أخرى، فمعرفة صحة الحديث لا تعتمد فقط على إسناده، بل تعتمد على معرفة كبيرة بالحديث ومتونه، وهذا يدلنا على المنهج الموضوعي الشامل لدى المحدثين في النقد للحديث سنداً ومتناً.
Keempat: Kritik terhadap matan mendapat perhatian besar dalam ilmu ‘ilal al-hadits (ilmu cacat tersembunyi dalam hadits), yang merupakan inti dari ilmu dirayah. Ilmu ini berfungsi untuk menelusuri dan mencocokkan riwayat para perawi yang tsiqah. Fokus ilmu ini adalah pada hadits yang secara lahir tampak shahih dari sisi sanadnya, namun para ulama melemahkannya karena mengandung kejanggalan, syadz (ganjil), atau pertentangan dalam matannya. Karena itu, para ahli hadits memberi istilah-istilah seperti “hadits munkar matan-nya”, “hadits syadz”, “hadits gharib”, dan “hadits mudhtharib”.
Pernyataan ulama bahwa suatu hadits sanadnya shahih atau hasan, tidak otomatis berarti bahwa matannya juga shahih atau hasan. Bisa jadi sanadnya sahih tapi matannya cacat atau menyimpang, dan bisa pula matannya sahih tapi sanadnya tidak sahih. Penilaian terhadap keshahihan matan memerlukan pengetahuan yang mendalam tentang teks hadits dan isi kandungannya. Ini menunjukkan bahwa para ahli hadits memiliki pendekatan ilmiah yang menyeluruh dalam menilai baik sanad maupun matan hadits.
خامساً: عندما قسم علماء الحديث علم مصطلح الحديث قسموه إلى قسمين: علم الحديث رواية، وعلم الحديث دراية، وعرفوا الثاني بأنه: علم بقوانين يُعرف بها أحوال السند والمتن من حيث القبول والرد، وهذا يعني أن هذا العلم وضع قوانين ليضبط بها السند والمتن معاً.
Kelima: Ketika para ulama hadits membagi ilmu musthalah al-hadits, mereka membaginya menjadi dua: ‘ilm al-ḥadīts riwāyah (ilmu hadits dari sisi periwayatan), dan ‘ilm al-ḥadīts dirāyah (ilmu hadits dari sisi pemahaman dan analisis). Bagian yang kedua mereka definisikan sebagai: “Ilmu tentang kaidah-kaidah yang dengannya dapat diketahui kondisi sanad dan matan dari sisi diterima atau ditolaknya.” Ini berarti bahwa ilmu ini secara khusus meletakkan kaidah-kaidah untuk mengkaji dan mengoreksi baik sanad maupun matan sekaligus.
Bersambung ke bagian berikutnya in sya Allah
Sumber : Alukah
Leave a Reply